Wednesday, May 14, 2008

PIDATO SBY ISYARAT KENAIKAN HARGA BBM ?

Oleh:
Drs. Suharno, MM, Akuntan
Dosen Progdi Akuntansi dan MM Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta

Dimuat Solopos, Sabtu 03 Mei 2008

Dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan bahwa tahun 2008 tidak akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal itu dinyatakan saat harga BBM internasional mulai merangkak naik, namun belum sampai menembus angka US $ 100 perbarel. Namun nampaknya janji tersebut sangat sulit dipertahankan, mengingat saat ini harga BBM telah menembus angka US $ 114 perbarel.

Harga BBM terus meroket dan sulit dikendalikan. Seiring terjadinya gejolak krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat, yang menyebabkan merosotnya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap mata uang dunia lainnya. Setiap kali dolar jatuh satu persen, harga minyak naik US $ 4 per barel. Sebaliknya saat dolar menguat 10 persen, harga minyak akan turun 40 persen.

Presiden OPEC, Chakib Khelil memprediksi harga minyak dunia, hingga akhir tahun 2008, bisa menyentuh angka US $ 200 per barel. Sangat fantastis. Tetapi prediksi tersebut, tentunya tidak ngawur, pasti sudah melalui perhitungan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Aneh sebagian besar para petinggi negari, belum mampu menangkap signal ini. Sense of ciris nya masih rendah. Sebagai contoh, Direktur Perencanaan Makro Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Prijambodo, menyangsikan hal itu sebagaimana dilansir Koran Tempo, 1 Mei 2008. “Memang harga sulit diprediksi, tapi kalau sampai setinggi itu, kelihatannya tidak mungkin “, ungkapnya.

Dalam kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu ini, SBY nampak mulai gamang dan menghadapi persoalan yang sangat dilematis. Bila harga BBM tidak dinaikkan APBN 2008 bisa jebol. Namun bila harga BBM dinaikan pasti akan timbul gejolak di masyarakat. Dalam kalkulasi, Bambang Soesatyo, Ketua Komite Tetap Bidang Moneter dan Fiskal Kadin Indonesia, setiap kenaikkan BBM sampai US $ 5 perbarel, beban subsidi bertambah Rp 4,2 triliun pada tingkat konsumsi dalam negeri 37 juta kiloliter. Dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US $ 95 per barel, beban subsidi akan BBM mencapai Rp 130 triliun.

Pemerintah dihadapkan pada dua aternatif pilihan. Membatasi penggunaan atau menaikkan harga. Alternatif pilihan pertama, untuk membatasi pemakaian BBM, pemerintah mewacanakan penggunaan smart card. Namun banyak pihak yang meragukan efektivitas penerapan smart card, karena berpotensi menimbulkan penyimpangan dalam pelaksanaannya. Di samping itu akan memicu permasalahan sosial yang lebih besar di tengah masyarakat. Sebab dengan pembatasan penggunaan BBM, muncul black market. Bila ini terjadi harga BBM menjadi kacau dan tidak pasti, karena dipermainkan para spekulan.

Dalam kondisi seperti ini mestinya pemerintah harus berpikir realistis dan rasional. Harus mengambil sikap yang bijak, namun tegas, yaitu berani menaikkan harga BBM secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan dan daya beli masyarakat. Karena kalau pemerintah terus menunda dan mengulur waktu, sambil berharap harga BBM dunia turun, sama halnya pemerintah sedang menyimpan bom waktu.

Dapat dipastikan trend harga BBM terus akan melambung. Kita pun sadar bahwa, krisis energi tidak hanya melanda Indonesia, namun telah menjadi krisis global. Sehingga pemerintah tidak perlu malu-malu bila akan menaikkan harga BBM. Apabila sebagaian masyarakat, khususnya dunia usaha bisa memahami kondisi ini. Kebijakan menaikan harga BBM, dari kacamata politis, memang tidak populer. Tetapi bila pemerintah tidak mengambil sikap bisa menjadi bumerang terhadap perekonomian nasional. Bisa mengganggu terhadap kelangsungan dunia usaha.

Sampai-sampai para pengusaha ngotot minta BBM dinaikkan (Solopos, 29 April 2008). Dalam pengamatan penulis, sikap ngotot pengusaha tersebut merupakan sejarah baru dan yang pertama kali terjadi. Sebab biasanya pengusaha keberatan bahkan menolak mati-matian terhadap setiap rencana kenaikkan harga BBM. Namun kini yang terjadi justru sebaliknya, mereka terus mendesak pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Langkah ini dilakukan, karena para pengusaha ingin mendapat kepastian terhadap penghitungan komponen biaya produksi.

Kenaikan Tinggal Tunggu Waktu

Saat penulis menyimak pidato presiden SBY, Rabu malam (30 April 2008) di layar TV. Penulis menangkap pidato tersebut, sebagai warning pemerintah untuk mencari pembenar menaikkan harga BBM. Coba kita rasakan dan simak baik-baik. Dalam pidato tersebut presiden SBY, berulang kali SBY meminta pengertian dan meminta dukungan masyarakat, terhadap kebijakan dan langkah-langkah pemerintah dalam menghadapi krisis pangan dan krisis energi.

Memang secara ekspilist tidak disebutkan bahwa pemerintah akan menaikan harga BBM. Tetapi ada semacam sasmita, bahwa pemerintah berencana menaikan harga BBM. Hal ini diperkuat dengan berbagai pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang telah menyiapkan skenario ke arah sana. Berdasarkan rumor dan dokumen yang beredar di kalangan anggota DPR, per 1 Juni 2008, pemerintah berencana menaikkan BBM bersubsidi rata-rata sebesar 28,7 persen (Sindo, 1 Mei 2008).

Skenario kenaikan harga mencakup tiga jenis BBM bersubsidi, yakni premium naik Rp 1.500,00 (33,33 %) menjadi Rp 6.000,00 per liter dari sebelumnya Rp 4.500,00. Solar naik Rp 1.200,00 (27,90 %) menjadi Rp 5.500,00 per liter dari harga saat ini Rp 4.300,00. Minyak tanah naik 25 % dari Rp 2.000,00 per liter menjadi Rp 2.500,00 per liter. Kenaikkan ini diperkirakan berpotensi bisa menghemat anggaran hingga Rp 21,491 triliun.

Dampak Kenaikan BBM

Tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini 3,7% turun dari proyeksi Januari 4,1%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi AS hanya 0,5% tahun ini, turun dari proyeksi awal tahun 1,5%.

Perekonomian Uni Eropa menjadi 1,3% pada 2008, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya di 1,6%. Jepang, perekonomian kedua terbesar di dunia, hanya tumbuh 1,4% pada 2008 lebih rendah dari proyeksi Januari 1,5%, sedangkan China masih akan tumbuh 9,3% tahun ini. Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan perekonomian negara di Asia tumbuh 7,6% pada 2008 dan 7,8% pada 2009. Asia mengalami pertumbuhan paling pesat selama dua dekade terakhir pada 2007 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7%.

Bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia ? Pemerintah dalam RAPBN-P 2008 melakukan perubahan terhadap parameter BBM, yakni mengurangi volume konsumsi BBM dari 39 juta kiloliter menjadi 35,5 juta kiloliter. Selain itu, perubahan parameter BBM juga terjadi dalam Alpha BBM, yakni dari 13,5% (APBN 2008) menjadi 12,5 % (APBN-P 2008). Kondisi makro perekonomian Indonesia dan sektor riil akan terimbas. Inflasi meningkat dan pertumbuhan melambat. Pertumbuhan sektor riil diperkirakan hanya tumbuh antara 5,6-6,1 persen. Rendahnya pertumbuhan berimplikasi pada semakin meningkatnya jumlah pengangguran.

Solusi ke luar dari krisis

Presiden SBY mengakui, masalah yang dihadapi pemerintah saat ini sangat berat. Namun presiden optimis dibalik krisis minyak dan pangan, ada secercah peluang dan berkah bagi bangsa Indonesia. Sepanjang bangsa Indonesia mau memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya. Diantaranya melalui penghematan penggunaan energi diberbagai aktivitas. “ Bangsa Indonesia tergolong bangsa yang boros. Saya menginstruksikan kepada seluruh kantor dan instansi pemerintah untuk menghemat BBM dan listrik. Termasuk membatasi penggunaan AC, kendaraan dinas, dan kendaraan pribadi, " ungkapnya.
Himbuan tersebut mestinya tidak sekedar menjadi lip service. Dari tingkatan pejabat atas sampai bawah harus berada di garis depan memberikan contoh dan keteladan. Bila bangsa Indonesia memiliki komitmen dan integritas, penulis yakin masa depan bangsa Indonesia akan cerah.

Dua puluh tahun ke depan, seandainya krisis energi kembali melanda dunia, bangsa kita akan merasakan berkah seperti pada tahun 1970-an. Mengapa demikian ? Karena sumber daya alam (SDA) kita masih sangat kaya dan belum dieksplorasi secara optimal. Dari hasil survei BPPT bersama Bundesanspalp fur Geowissnschaften und Rohftoffe (BGR Jerman), telah diketamukan migas di perut bumi kawasan perairan timur laut Pulau Simeuleu, Provinsi Aceh. Jumlahnya sungguh fantastis; 107,5 hingga 320,79 miliar barel. Melebihi jumlah energi BBM yang dimiliki oleh Arab Saudi saat ini. Namun, hal itu akan terwujud dan tidak sekedar menjadi impian, bila bangsa Indonesia mampu mengelolanya.

Bukankah demikian ?