Wednesday, July 25, 2007

AUDIT DANA KAMPANYE JANGGAL ?

Oleh: Drs. Suharno, MM, Akuntan *)

Senin, 18 Juli 2005, Audit Dana Kampanye para Cawali Kota Solo, yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Ruchendi Mardjito, telah di umumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota (KPUK) Surakarta. Pasangan cawali Jokowi menghabiskan dana Rp 3,312 milyar, Hardono Rp 3 milyar, Achmad Purnomo Rp 2,4 milyar dan Slamet Suryanto Rp 838,841 milyar.

Laporan hasil audit dana kampanye ini membuat banyak orang terkejut. Setengah tidak percaya. Serta menimbulkan ganjalan dalam benak sebagian masyarakat. Benarkah hanya sebesar itu dana kampanye yang dikeluarkan oleh masing-masing pasangan cawali ? Padahal dalam itung-itungan orang awam secara kasar, khususnya untuk pasangan cawali Jokowi, Achmad Purnomo dan Hardono, minimal bisa menembus angka Rp 10 milyar. Sebab kita semua menyaksikan betapa gegap gempitanya waktu kampanye. Mengerahkan puluhan ribu massa dan menghadirkan artis mulai tingkat lokal sampai nasional. Pesangan alat peraga besar-besaran dan jor-joran dalam bentuk baliho, spanduk, dan iklan di media massa. Pembagian kaos dan uang transportasi ke lokasi kampanye. Pemberian berbagai bentuk sumbangan pun mengalir ke masyarakat. Benarkah hanya mengabiskan dana sebesar itu ?

Di samping itu, menurut saya terdapat kejanggalan untuk pasangan cawali Slamet Suryanto. Bila di awal dilaporkan hanya memiliki kekayaan sebesar Rp 402 juta, tetapi anehnya dana kampanye yang dikeluarkan bisa mencapai dua kali lipat, yaitu sebesar Rp 838,841 juta. Sangatlah tidak logis. Mestinya yang bernama sumbangan hanyalah sebuah stimulan saja. Sangatlah aneh bila dana kampanye yang dikeluarkan sebagian besar justru berasal dari para donatur. Pertanyaan yang sekarang muncul adalah bisakah hasil audit tersebut dipercaya ?

Salah satu tujuan penyelenggaraan pilkada adalah untuk mewujudkan dan menegakkan sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat. Tidak terkecuali dalam memilih dan menentukan cawali atau cawawali. Setiap warga masyarakat pasti mengidamkan fiqur cawali dan cawawali yang amanah, jujur, bersih dan bertanggungjawab, serta mampu bekerja secara professional dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan.

Agar tidak keliru memilih, seperti “membeli kucing dalam karung”. Sejak awal setiap cawali dan cawawali diharus menunjukkan jati dirinya. Apa adanya secara transparan. Menyangkut track record masa lalunya, visi dan misi, jumlah harta kekayaan yang dimiliki dan sumber dana yang digunakan untuk kampanye.

Khusus informasi yang terkait dengan aspek finansial, meliputi harta yang dimiliki, sumber sumbangan pendanaan dan penggunaan dana kampanye sangat penting diketahui oleh publik. Sebab dari harta yang dimiliki, serta aliran dana masuk dan dana keluar, masyarakat akan mengetahui motivasi dibalik pencalonan, sumber dana yang digunakan dan siapa saja yang memback up pencalonannya. Adakah tokoh-tokoh golongan hitam yang berdiri dibelakangnya ?

Sebab dalam penyelenggaraan pilkada sangat dimungkinkan terjadinya praktik money laudry. Bila ini terjadi, maka akan sangat berbahaya dan berdampak buruk terhadap pelaksanaan demokrasi. Karena kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang akan diambil oleh cawali pemenang, pasti akan direcoki dan disetir oleh tokoh-tokoh golongan hitam tersebut. Tidak menutup kemungkinan cawali yang demikian nantinya hanya sekedar menjadi “walikota boneka “.

Untuk itu semua lapisan warga masyarakat memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk mengawal demokrasi. Caranya antara lain dengan berperan aktif mencermati secara jeli, setiap sen rupiah yang diperoleh dan dipergunakan para cawali dalam membiayai pencalonannya. Jangan sampai kecolongan. Tetapi tentunya, tidak semua orang memiliki keahlian dan ketrampilan untuk melakukan hal itu. Sebab untuk melakukan pemeriksaan (pengauditan) harus melalui prosedur tertentu yang harus ditempuh. Tidak bisa sembarang orang.

Bagian dari elemen masyarakat yang kompeten melakukan hal itu adalah Kantor Akuntan Publik (KAP). Itulah sebabnya dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 66 huruf m ditegas bahwa KPUK berkewajiban menetapkan KAP. Mengapa KAP yang harus mengaudit dan siapakah Akuntan Publik itu ? Bagaimana prosedur auditnya ?

KAP adalah badan usaha yang telah mendapat ijin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesi. Sedangkan Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh ijin dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa profesi. Dalam menjalankan jasa profesinya, akuntan publik dan KAP wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik yang telah di tetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAI), serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan prosedur audit dalam audit dana kampanye adalah audit uji kepatuhan (compliance audit). Uji kepatuhan terhadap ketentuan undang dan peraturan yang berlaku, serta uji kepatuhan dan uji subtansi terhadap aliran kas masuk dan aliran kas keluar atas dana kampanye. Sedangkan skedul waktu pelaksanaan audit adalah sebagai berikut (PP 6/2005, pasal 65 dan 66):

KAP telah mengaudit sumbangan dana kampanye H-1 dan H+ 1, sebelum dan sesudah masa kampanye. Hasil audit kemudian diserahkan kepada KPUK. Sehari setelah menerima laporan sumbangan dana kampanye KPUK mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye melalui media massa.

Sementara itu keseluruhan penggunaan dana kampanye yang digunakan oleh cawali dilaporkan kepada KPUK tiga hari setelah hari pemungutan suara. Paling lambat dua hari dari penerimaan laporan dana kampanye KPUK harus menyerahkan laporan dana kampanye kepada KAP.

KAP melakukan audit dana kampanye paling lambat selama lima belas hari untuk kemudian diserahkan kepada KPUK. KPUK paling lambat tiga hari setelah menerima laporan hasil audit, berkewajiban mengumumkan hasil audit kepada masyarakat secara terbuka.

Pelaksanaan audit dana kampanye ini, untuk mendorong terwujudnya asas tertib penyelenggaraan, transparansi, akuntabilitas, dan kepentingan umum dalam pilkada di era otonomi daerah. Dengan proses dan prosedur yang demikian diharap pilkada akan melahirkan cawali yang kredibel dan akuntabel.

Melihat begitu pentingnya peran dan tugas KAP dalam mengawal demokrasi. Pemilihan dan penetapan KAP seharus dipersiapkan dengan matang. Bila perlu jauh hari sebelum tahapan kampanye berlangsung. Dengan mengedepankan aspek obyektifitas dan rasionalitas, disertai dengan kreteria dan indikator yang jelas dan transparan.

Mengapa demikian ? Karena sebagaimana diatur dalam PP No. 6/2005, pasal 65 ayat 6 dan 7, KAP mengaudit laporan sumbangan dana kampanye satu hari sebelum dan sesudah masa kampanye berlangsung. Setelah selesai diaudit sumbangan dana kampanye diumumkan KPUK melalui media massa.

Namun yang terjadi KPUK Surakarta, hanya membuat realese tentang sumbangan dana kampanye yang belum diaudit ke media massa, sehari sebelum masa kampanye. Ini artinya sejak awal, telah terjadi “cacat prosedur”, dalam tahapan penetapan KAP dan pelaksanaan audit dana kampanye. Menurut saya ini terjadi akibat kelalaian dan keteledoran KPUK, sehingga penetapan KAP dan pelaksanaan audit tidak sejalan dengan UU No. 32/2004 dan PP No. 6/2005.

Karena pelaksanaan audit tanpa persiapan waktu yang cukup, ini dapat berimbas laporan hasil audit, tidak dapat memenuhi standar auditing. Bila hal ini yang terjadi, bisa memicu konflik dan menimbulkan mosi tidak percaya masyarakat kepada KUPK dan KAP yang ditunjuk. Apa yang saya sampaikan ini tidak ngayoworo. Karena temuan audit, merupakan bukti awal yang kuat, yang dapat ditindak lanjuti oleh pihak yang berwajib dalam memproses terjadinya suatu pelanggaran dalam pilkada.

Coba kita cermati dalam UU No. 32/2004 dan PP No. 6/2005, calon terpilih dapat dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon, apabila ditemukan pelanggaran adanya sumbangan dana kampanye yang berasal dari negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing; penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya; pemerintah, BUMN dan BUMD.

Di samping itu temuan audit memiliki implikasi sanksi hukum dan denda. Mulai dari kurungan penjara berkisar 1 s/d 24 bulan. Dan denda berkisar antara 1 juta s/d 1 miliar rupiah. Baik bagi cawali, tim sukses, auditor, penyumbang dana, maupun siapa saja yang memberikan informasi tidak benar terkait dana kampanye.

Apabila penetapan KAP dan pelaksanaan audit dana kampanye sejak awal telah cacat prosedur. Dan hasil audit ternyata jauh dari yang kita duga. Maka sejauh manakah validitas hasil laporan audit dapat dipercaya ? Mampukah hasil laporan audit mengungkap temuan penyimpangan ? Disinilah indepensi dan profesionalisme KAP diuji dan dipertaruhkan. Semoga tidak ada dusta diantara kita ! Mari kita tunggu bersama !

*) Penulis adalah Ketua Pusat Pengembangan Akuntansi (PPA) Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, Staf Pengajar Pasca Sarjana MM Unisri dan Support Program Citra Emas (CES) Surakarta..






No comments: