Tuesday, January 1, 2008

LANGKAH STRATEGIS MEMACU KINERJA PDAM SOLO

Artikel dimuat di Harian Solopos, 26 Nopember 2007

Oleh:
Drs. Suharno, MM, Akuntan
Dosen Pasca Sarjana Magister Manajemen dan Ketua Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Walikota Solo, Jokowi, bertekad membenahi manajemen Perusahaan Daerah (PD), khususnya Bank Pasar dan PDAM. Menjadi perusahaan yang sehat dan dikelola secara professional. Tidak lagi membebani PAD, namun sebaliknya mampu membukukan keuntungan dan memberikan kontribusi pemasukan bagi PAD.

Tidak tanggung-tanggung, Walikota, secara terbuka menyatakan di media masa, akan menjadikan kinerja Bank Pasar dan PDAM meningkat 10 kali lipat dari kondisi saat ini. Timbul pertanyaan disebagian kalangan masyarakat, mampukah Walikota mewujudkan komitmen dan obesesinya tersebut ? Ataukah pernyataan tersebut hanya sebatas retorika politik ?

Pertanyaan tersebut wajar. Sebab belum lama ini kita dibuat tersentak dengan pernyataan Plth. Direktur Tehnik PDAM Solo, Drs. Sudiyanto, MM, yang menyatakan PDAM mengalami kerugian hingga mencapai senilai Rp 930 juta selama Januari-September tahun 2007. Konon pengelolaan dua kolam renang Tirtomoyo Jebres dan Tirtomoyo Manahan menjadi penyebab utama kerugian.

Akibatnya realisasi target pendapatan PDAM hingga triwulan III tahun 2007 baru mencapai sekitar 40 %. Padahal jumlah uang yang harus disetorkan ke Pemkot senilai Rp 2 miliar. Untuk menutup kerugian tersebut PDAM akan mengintensifkan penagihan tunggakan, dan berharap adanya tambahan pendapatan dari biaya sambungan baru. Ada sekitar 3.000 calon pelanggan yang ditargetkan akan dilayani pada tahun ini dengan biaya pemasangan 1 hingga 1,1 juta/unit. (Solopos, 08 Nopember 2007).


PDAM rugi bukan barang aneh. Hampir semua PDAM di Indonesia mengalami hal yang serupa. Kalaupun membukukan laba tingkat Return on Assets (ROA) umumnya hanya berkisar 3 %. Secara teori perusahaan yang sehat ROA bisa mencapai 10 %. Artinya secara umum kondisi PDAM di Indonesia dalam kondisi yang tidak sehat.

Ada lima faktor yang menjadi penyebab tidak sehatnya perusahaan yang dikelola oleh pemerintah di Indonesia. Pertama, tingkat profitabilitasnya rendah, Kedua, cara usahanya terkotak-kotak dan diwarnai usaha birokratis, Ketiga, tidak berorientasi pasar, kualitas dan kinerja usaha, Keempat, produktivitas dan utilitas asset masih rendah dan Kelima, pemasaran dan distribusi tidak terkoornir dengan baik.

Sementara itu menurut, Hari S. Malang Joedo (2006), dalam “ Reinventing BUMD, Kunci Sukses Mengembangkan BUMD Produktif dan Profesional “, faktor utama rendahnya kinerja BUMD disebabkan “undermanaged”. Terjadinya kegagalan dalam memahami manajemen secara hakiki. Mencakup sisi paradigma, struktur organisasi, nilai manajemen dan impak yang terjadi.

Paradigma manajemen yang ada disebagian besar BUMD adalah paradigma manajemen yang berorientasi produksi. Manajemen condong berkutat pada masalah tehnik dan produksi. Paradigma ini tercermin dari struktur oganisasi yang production/technical heavy. Berorientasi dan bertumpu pada masalah tehnis dan administrasi. Sementara isu-isu pemasaran dan pengembangan SDM belum mendapatkan posisi yang sama-sama strategis.

Pendekatan yang semacam ini secara langsung mencirikan value (nilai) perusahaan. Nilai perusahaan adalah gen atau pembawa karakter yang menjadi dasar dalam menentukan bagaimana organisasi dan SDM-nya berperilaku. Dengan paradigma dan struktur organisasi seperti di atas biasanya berperilaku manajemen agak arogan take it or lease. Kalau tidak mau ambil silahkan pergi. Impaknya pelayanan publik kurang memuaskan, masih jauh dari harapan masyarakat. Tingkat efisiensinya rendah yang berujung kontribusi laba yang tidak sepadan dengan investasi yang dikeluarkan.

Kembali pada permasalahan di atas. Mampukah manajemen PDAM Solo untuk mencapai target anggaran 2007 ? Dan dalam waktu dua hingga tahun ke depan melipatgandakan kinerjanya hingga 10 kali lipat ?

Dalam kalkulasi penulis agak berat terpenuhinya target anggaran 2007. Karena dalam waktu 2,5 bulan yang tersisa ini, harus ada pemasukan pendapatan sekitar 2,93 miliar. Dengan rincian 930 juta untuk menutup kerugian dan 2 miliar untuk setor ke PAD. Pencapaian angka sebesar itu pun, posisi PDAM baru dalam kondisi titik impas atau BEP (Break Event Point). Belum mampu membukukan keuntungan.

Dalam kondisi yang benar-benar rugi dan dapat dipertanggungjawabkan, menurut hemat penulis PDAM sebenarnya tidak perlu memaksakan diri untuk menyerahkan setoran ke PAD. Penggunaan istilah setoran sebenarnya kurang pas. Sebab dalam kondisi rugi bila dipaksakan setor, maka pada hakikatnya PDAM/PEMKOT sedang “memakan“ asetnya sendiri. Seharusnya yang diserahkan ke PAD bukan setoran. Tetapi besaran prosentase laba yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan. Bila rugi tetap memaksakan diri setor ke PAD, di tengah jalan PDAM akan mengalami kesulitan likuiditas. Ujung-ujungnya pasti akan ngrencoki APBD.

Langkah strategis menuju perubahan

Obsesi Walikota meningkatkan 10 kali lipat kinerja PDAM, sebenarnya bukan sesuatu yang ngoyoworo. Potensi ekonomi dan prospek pasarnya masih sangat terbuka. Dari data website PDAM yang penulis akses ternyata pelanggan PDAM tidak hanya wilayah Solo. Namun juga melayani sebagian wilayah Sukoharjo, Klaten dan Karanganyar.

Pelanggan dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari 53 ribu pelanggan didominasi pelanggan rumah tangga katagori 2, sekitar 36 ribu pelanggan. Sayang katagori Niaga 1, 2 yang sangat potensial mendatangkan keuntungan, karena tarifnya lebih mahal, perkembangan dari tahun ke tahun (2002-2005) justru mengalami penurunan. Niaga katagori 1 jumlah pelanggan pada tahun 2002 tercatat 5.387, tahun 2003 turun menjadi 5.386, tahun 2004 turun menjadi 5.200 dan tahun 2005 turun kembali menjadi 5.138.

Sedangkan niaga katagori 2 perkembangannya sebagai berikut. Tahun 2002 (315), tahun 2003 (311), tahun 2004 (309) dan tahun 2005 (306). Padahal saat ini perkembangan dunia bisnis di Solo sedang tumbuh dengan pesat. Di samping itu PDAM, memiliki peluang bisnis untuk melakukan diversifikasi produk yang tidak meninggalkan core bisnisnya. Misalnya membuka pabrik air mineral dalam kemasan yang pasarnya masih sangat terbuka lebar.

Kesemuanya akan terwujud bila Walikota melakukan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk mereformasi PDAM secara fundamental. Dengan menekankan aspek kepemimpinan yang visioner, manajemen yang handal dan professional dan SDM yang kompeten yang bertumpu pada prinsip-prinsip good governance.

Penulis yakin ke depan PDAM Solo akan mampu berperan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus menjadi pelayanan publik yang professional dan mampu berkontribusi positif terhadap PAD. Bagaimanakah pendapat Anda ?

No comments: