Tuesday, June 19, 2007

MENYOAL BEDHOL PKL MONJARI, SOLO SURGA BAGI PKL ?

Oleh: Drs. Suharno, MM, Akuntan *)

Menjelang satu tahun pemerintahan Jokowi-Rudy yang jatuh pada hari Jumat, 28 Juli 2006 yang akan dating. Pemkot Solo mencatat prestasi yang membanggakan. Pasangan Walikota-Wakil Walikota Jokowi-Rudy, Minggu, 23 Juli 2006, kemarin berhasil memboyong 989 PKL Klitikan Monumen Banjarsari (Monjari) ke pasar Notoharjo, Semanggi. Peristiwa boyongan yang dikemas dalam bentuk kirab budaya, disambut gembira dan antusias oleh ribuan warga masyarakat dan PKL, sepanjang rute perjalanan. Konon ini satu-satunya penataan dan relokasi PKL di Indonesia yang berlangsung dengan aman, tertib, dan tanpa kekerasan. Sehingga pas bila prestasi ini dicatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI).

Boyong PKL model Solo ini, memang peristiwa langka dan unik. Sepantasnya bila mendapat apresiasi positif dari warga masyarakat. Walaupun demikian ternyata di tengah masyarakat kebijakan ini masih menimbulkan pro dan kontra. Sebagai contoh di tengah-tengah perbincangan dan diskusi dengan rekan dosen di kampus. Ada yang menyoal dan mengajukan pertanyaan yang sangat kritis dan menggelitik. Teman saya ini tidak sependapat dengan kebijakan tersebut. Bahkan menyatakan dengan nada tinggi “ Kalau begini caranya Solo akan menjadi surga bagi PKL”.

Kenapa demikian ? Konon katanya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga, sekitar 60 persen PKL Monjari bukan warga Solo. Dan dulu waktu menempati lokasi Monjari tanpa ijin, bahkan setengah menjarah tanah negara. Namun mengapa sekarang mereka direlokasi dengan diberi berbagai fasilitas yang serba gratis. Kios gratis, perijinan gratis, sampai-sampai saat boyongan pun disediakan angkutan truk gratis ? Untuk siapa sebenarnya Jokowi-Rudy bekerja?

Berondongan petanyaan teman saya ini, membuat saya sempat tercenung. Apa yang disampaikan dengan menggebu-gebu tersebut memang pantas kita pikirkan dan renungkan bersama. Sebab kebijakan tersebut oleh sebagian masyarakat juga ditengarai dan dicurigai mengandung “pamrih politik” dikemudian hari. Benarkah demikian ? Wallahu alam bisawab.

Namun terlepas dari argumentasi tersebut, saya ingin menyampaikan pendapat. Apa yang telah dilakukan duet pasangan Jokowi-Rudy terkait dengan relokasi PKL Monjari, telah sejalan dengan komitmen politik yang dibuat saat awal menjabat sebagai Walikota dan Wakil Wali Kota setahun yang lalu. Jokowi-Rudy sepakat untuk memprioritaskan enam bidang utama yang akan mendapat penanganan. Mencakup bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, defisit anggaran dan penataan PKL.
Bedhol PKL Monjari ini sangat terkait dan sejalan dengan prioritas bidang ekonomi, hukum dan penataan PKL. Dalam bidang ekonomi Jokowi-Rudy berkomitmen untuk memberdayakan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK), khususnya sektor informal dengan memberi fasilitas dan kemudahan untuk akses permodalan dan perijinan. Dalam bidang hokum terkait dengan penindakan tegas terhadap pelanggaran perda, tidak terkecuali PKL dan Hunian Liar.

Sedangkan untuk penataan PKL, saya melihat Jokowi-Rudy melalui Kantor PKL, telah memiliki skenario kebijakan yang cukup efektif. Sesuai dengan Perda nomor 6/2001 tugas dan kewenangan dari Kantor PKL meliputi pembinaan, penataan dan penertiban yang. Bentuk pembinaan dan penataan yang dilakukan meliputi zona, pengadaan shelter, gerobak dorong dan tendanisasi. Sedangkan untuk penertiban bekerjasama dengan Satpol PP.

Adilkah bila PKL Monjari dan PKL yang lainnya relokasi dan fasilitasnya serba digratiskan ? Padahal realitas di lapangan hampir duapertiga berasal dari luar Solo ?

Terkait dengan masalah ini kita harus berani berfikir obyektif dan jujur. Bila cara kita melihat permasalahan hanya dari sudut pandang sempit melihat dari status kependudukan, memang kebijakan ini terasa tidak adil. Namun bila kita berfikirnya secara komprehensif dan holistik, kita akan mendapatkan titik temu kebijakan tersebut akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan warga Solo. Kok bisa ? Mari kita lihat, berdasarkan Perda nomor 10/2001, visi Kota Solo adalah mewujudkan Solo sebagai kota budaya yang bertumpu pada aspek perdagangan, jasa, pendidikan, olah raga dan pariwisata.

Sejak awal kita sadar bahwa perdagangan dan jasa menjadi dua pilar penompang utama untuk mewujudkan kota budaya. Trade mark Solo sebagai kota dagang memang sudah lama melekat sejak jaman dulu. Dan inilah yang menjadi kekuatan potensi utama dari kota Solo. PKL Monjari yang semula termasuk katagori PKL liar, sebenarnya merupakan embrio lahirnya wirausahawan baru yang tangguh. Sepantasnya bila mereka kemudian dinaikkan statusnya menjadi pengusaha formal yang lebih terhomat. Ini juga sejalan dengan amanat dari UUD 1945, khususnya pasal 33, tentang demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan.

Walaupun mereka sebagian besar bukan warga Solo, namun keberadaan mereka akan menimbulkan multi player effect yang cukup significant dalam menggerakan roda perekonomian dan bidang sosial bagi kota Solo, khususnya warga disekitar Semanggi.

Bagaimanapun juga PKL saat ini telah menjadi permasalahan utama bagi kota-kota besar di Indonesia yang sangat dilematis. Pertumbuhan dan perkembangannya sangat pesat, saat memasuki krisis ekonomi dan pasca reformasi. Berdasarkan data yang ada, PKL untuk wilayah Solo saja dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan pertahunnya mencapai 130 persen. Mau diapakan mereka ? Apakah mereka akan sekedar dan digusur saja ? Saya kira ini tidak akan menyelesaikan masalah, namun justru akan menimbulkan masalah baru.

Sebagai warga Solo memang kita berharap banyak kepada Jokowi-Rudy untuk dapat mewujudkan slogan “Berseri tanpa Korupsi”, tidak sebatas wacana namun menjadi kenyataan. Kita sangat merindukan Monjari kembali Berserti (bersih, sehat, rapi dan indah) seperti semula dan berfungsi kembali sebagai ruang publik, dapat untuk olah raga dan bercengkrama dengan keluarga. Bagaimana dengan pendapat Anda ?

*) Penulis adalah Dosen Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta dan Support Program Citra Emas (CES) Surakarta.

2 comments:

Indra Sari Putri said...

Menarik,karena menunjukkan bahwa SOLO memperhatikan kehidupan rakyat kecil. Tetapi.....juga jangan terlalu memnjakan PKL.

tanto said...

bagaimanapun PKL jg manusia. tindakan bedhol PKL ini merupakan tindakan memanusiakan manusia. menggusur PKL berarti menambah pengangguran. salut untuk JOKOWI. sutanto (05210025)