Thursday, June 21, 2007

HASIL POOLING SATU TAHUN PEMERINTAHAN JOKOWI-RUDY

Oleh:
TIM MAP UNISRI

A. Pendahuluan
Pemerintahan negara dibangun atas kesepakatan bersama seluruh individu yang mendiami suatu kawasan teritori (wilayah negara) dalam wujud kontrak sosial (social contract). Kontrak sosial dasar atas bangunan negara kemudian difahami sebagai konstitusi (UUD). Konstitusi memuat kesepakatan dasar kewenangan dasar negara dan bagaimana kewenangan itu diatur dan didistribusikan kedalam seluruh intrumen institusi kelembagaan negara. Dalam konsep negara modern, tidak seluruh hak-hak rakyat diserahkan kepada negara, ada hak-hak alamiah dasar yang tidak ikut diserahkan kepada negara. Lebih dari itu, fungsi negara juga dimaksudkan untuk memaksimalkan hak-hak alamiah setiap individu warga negara. Sejauhmana kewenangan yang miliki oleh negara atas diri warga negara (freeman) berada dalam ranah kedaulatan rakyat yang secara periodik dapat ditinjau melalui pemilihan umum. (John Lock)
Desentralisasi kewenangan negara dalam koridor negara kesatuan berwujud otonomi daerah. Dalam azas desentralisasi tidak melahirkan daerah otonom yang bermakna federalism. Desentralisasi dan otonomi daerah sebatas manajemen pemerintahan negara yang bermuara pada efektivitas pelaksanaan fungsi negara untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pada kontek limitasi kiranya dipahami bahwa walikota bukanlah aparat pemerintah pusat, tetapi pejabat publik lokal yang mempertanggung jawabkan kekuasaannya kepada masyarakat teritorialnya. Pemilihan Walikota Surakarta secara langsung setahun yang lalu, mempertegas relevansi kebesaran teori John lock.
Pasangan Walikota – Wakil Walikota Surakarta Ir. Joko Widodo dan Drs. Fx. Rudyanto yang memegang kekuasaan atas teritorial Kota Surakarta selalu dinantikan buahnya berupa perbaikan hidup dan kehidupan. Dengan otoritas kewenangan yang ada Jokowi – Rudy memiliki kesempatan sepenuhnya merealisir janji-janjinya ketika berkampanye. Satu tahun pemegang mandat kekuasaan eksekutif Pemerintahan Surakarta, memang belum rentang waktu yang cukup untuk melihat perbaikan hidup dan penghidupan warga Surakarta secara luas, akan tetapi waktu satu tahun sebuah waktu yang cukup untuk menilai arah kebijakan dan peletakan pondasi dasar meniti dan menata suatu kehidupan ideal yang dicitakan bersama seluruh warga.

B. Visi – Misi Pemerintahan Pasangan Walikota - Wakil Walikota Jokowi – Rudy

Sebagaimana dicanangkan dalam dalam kampanye pilihan kepada daerah (Pilkada) pasangan calon walikota – wakil walikto Ir. Joko Widodo – Drs Fx. Rudyanto hingga pelantikannya menjadi walikota dan wakil walikota Surakarta, visi yang diusung adalah “berseri tanpa korupsi”. Visi tersebut dijabarkan kedalam empat misi : (1) Terwujudnya iklim kehidupan kota yang kondusif, aman, dan damai. (2) Terwujudnya pembangunan kota yang adil dan demokratis. (3) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kota. (4) Meningkatkan eksistensi kota dalam tata pergaulan regional, nasional maupun internasional.
Upaya mewujudkan visi dan misi pembangunan kota lima tahun ke depan, ditempuh melalui dua strategi pokok, yaitu : (1) Reaktualisasi tata kehidupan masyarakat kota yang berbudaya. (2) Strategi obtimalisasi potensidalam mewujudkan pembangunan Surakarta Kota Budaya. Dalam rangka gerak dan laju penyelenggaraan pemerintahan umum, pembangunan dan kemasyarakatan, pemerintahan pasangan walikota – wakil walikota Jokowi – Rudy, mengedepankan enam prioritas program kerja diantaranya adalah : (1) Bidang Pendidikan, (2) Bidang Ekonomi, (3) Bidang kesehatan, (4) Defisit Anggaran, (5) Penataan PKL, (6) Penertipan Hunian Liar. Melalui keenam prioritas program kerja itulah pemerintahan Jokowi – Rudy hendak mencapai visi – misi sebagai suatu usaha untuk mencapai tata kehidupan masyarakat Surakarta yang adil dan makmur.
Keberhasilan dari sebuah kerangka kerja birokrasi ditentukan oleh standart ukur baku yang disepakati yaitu masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh pemerintah maka tidak akan bermakna bila masyarakat tidak merasakan terjadinya perbaikan kehidupan. Pemererintahan Jokowi – Rudy dipilih langsung oleh rakyat. Harapannya adalah terjadi perbaikan tatakehidupan dalam berbagai aspek. Strategi yang dilaksanakan oleh pemerintah diharapkan oleh masyarakat mampu memperbaiki terselenggaranya bidang-bidang yang telah dicanangkan sebagai prioritas. Dengan demikian untuk melakukan penilaian atas kinerja sebuah pemerintahan, perspsi masyarakat atas bidang yang dijadikan prioritas sangat penting.
Di dalam melakukan penilaian atas kinerja birokrasi publik ada banyak pendapat. Dwiyanto (1995) melakukan pengukuran atas kinerja birokrasi publik dengan menggunakan indikator: (1)produktivitas, (2) kualitas layanan, (3)responsivitas, (4)responsibility, dan (5)akuntabilitas (Dwiyanto,dkk, 48: 2002). Kumorotomo (1996) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publi, antara lain : (1) efisiensi, (2) efektivitas, (3) keadilan, dan (4) daya tanggap.

Dalam konteks kinerja pelayanan publik di Indonesia pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1995 telah memberikan berbagai rambu-rambu pemberian pelayanan kepada birokrasi publik secara baik. Berbagai prinsip pelayanan tersebut adalah: (1)kesederhanaan, (2)Kejelasan, (3)kepastian, (4)keamanan, (5)Keterbukaan, (6)efisiensi, (7)Ekonomis, dan (8) keadilan.
Lebih lanjut Dwiyanto (2002) menyatakan, secara garis besar berbagai parameter yang digunakan untuk melihat kinerja pelayanan publik dapat dikelompokan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama, melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif pemberi pelayanan, dan pendekatan kedua melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif pengguna jasa. Pembagian pendekatan atau perspektif tersebut hendaknya tidak secara diametris, melainkan tetap dipahami sebagai seatu sudut pandang yang saling berinteraksi diantara keduanya.
Dalam pollling yang dilakukan ini, usaha untuk melihat kinerja pelayanan publik atas enam prioritas pemerintahan Jokowi – Rudy (Bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, defisit anggaran, penataan PKL, dan penertiban hunian liar), dari perspektif pengguna jasa. Sedangkan indikator dan pengukuran yang digunakan dalam polling Kinerja satu tahun Pemerintahan Jokowi – Rudy adalah:

(1) Partisipasi publik:Derajat pemberian bagi publik oleh walikota untuk menyampaikan aspirasinya terkaiat dengan masalah pembangunan (hunian liar), pelayanan publik (pendidikan & kesehatan) dan pengembangan ekonomi (iklim usaha dan investasi)
- Sarana yang digunakan walikota untuk menampung aspirasi tersebut
- Bentuk-bentuk partisipasi publik
- Bagaimana publik memanfaatkan ruang partisipasi tersebut

(2) Penegakan hukum:
- Bentuk-bentuk penyelesaian pedagang kaki lima
- Kemampuan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus PKL dan hunian liar
- Rasa aman menurut masyarakat dari gangguan dan ancaman serta intimidasi aparat.
- Ada tidaknya kepastian hukum dalam penyelesaian kasus PKL dan hunian liar.

(3) Transparansi:
- Bagaimana keterbukaan pemkot dalam hal-hal menyangkut masalah defisit anggaran
- Bagaimana akses masyarakat terhadap informasi tentang penggunaan anggaran & masalah
defisit anggaran.

(4) Responsivitas:
- Bagaimana perhatian walikota terhadap masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi (UKM)
PKL dan hunian liar.
- Bagaimana respon walikota terhadap keluhan masyarakat dalam masalah pendidikan,
kesehatan, ekonomi, PKL dan hunian liar.
- Bagaimana pengaruh pemberitaan media masa terhadap tindakan atai kebijakan yang
diambil walikota dalam menangani masalah-masalah pendidikan, kesehatan dan usaha-
usaha kecil menengah, serta persoalan PKL dan hunian liar.
(5) Efisiensi dan efektivitas:
- Bagaimana tingkat keberhasilan pemerintah kota dalam mengatasi masalah defisit
anggaran.
- Berapa lama dan dan berapa besar biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat untuk
memperoleh pelayanan (kesehatan dan ijin usaha/investasi) dari Pemkot.
(6) Akuntabilitas:
- Bagaimana praktek KKN di Pemkot dan Dinas dalam proses tender, penyusunan anggaran
dan program, serta upaya pemberantasannya.
- Bagaimana praktek politik uang dalam proses pemilihan pejabat publik oleh walikota.
(7) Keadilan:
- Sudah atau belumkah walikota memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi
yang adil kepada semua pihak.
- Sudah atau belumkah walikota mempengaruhi aparat penegak (misal : Satpol PP) hukum
untuk memberikan pelayanan hukum yang adil.
(8) Manajemen Konflik dan upaya membangun konsensus:
- Mampu atau tidakkah walikota mengelola konflik yang berkaitan dengan PKL dan hunian
liar.
- Efektif atau tidakkah pendekatan yang diambil oleh walikota dalam menangai masalah PKL
dan hunian liar.

C. Methode Polling
1. Populasi:
Penduduk Kota Surakarta berusia berusia 17 – 60 tahun yang memiliki sambungan telepon rumah tangga dengan jumlah 80.633 (Buku Petunjuk Telepon Surakarta Tahun 2006)
2. Sampel
Kerangka sampel menggunakan Buku Petunjuk Telepon Solo Tahun 2006 (BPT Solo - 2006). Jumlah sampel ditentukan 600 responden, yang diambil secara acak.
Tehnik penarikan sampel : Sistematika sampling.
3. Instrumen data:
Kuisioner Guide (Terlampir)
4. Tehnik Pengambilan data: Wawancara terstruktur.
D. Personil:
Konsultan : 1. Dr. Falih Suaedi, M.Si (Unair / MAP - UNISRI)
2. Dr. Slamet Rosyadi, M.Si (Unsoed / MAP - UNISRI)
Pelaksana Peneliti : Drs. Suwardi, M.Si (Ketua)
Tenaga Lapangan : 30 orang Mahasiswa UNISRI semester IV-VI

E. Sumber Pendanaan:
Pasca Sarjana Universitas Slamet Riyadi Surakarta Program Magister Administrasi Publik (MAP – UNISRI)

F. Deskripsi Hasil Polling Berdasarkan Indikator Kinerja :

1. Pelaksanaan Polling :
- Pengambilan data (wawancara terstruktur) selama 10 hari (3 – 12 Juli 2006) dengan tenaga
lapangan sebanyak 30 orang mahasiswa semester IV, VI dan VIII.
- Tingkat pengembalian kusioner yang layak untuk dianalisis 97 % atau sebanyak 582
kuisioner.
2. Analsis Hasil Polling (Hasil analisis didasarkan pada standart error sebesar 5 %.)

Dari tabel-1 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan kinerja pemerintahan Jokowi – Rudy memiliki kecenderungan baik di mata masyarakat, walaupun belum maksimal. Hal ini ditunjukan dengan jawaban klasifikasi-1(sangat baik) dan klasifikasi-2 (Baik). Jawaban klasifikasi-1 berada pada kisaran: 1,50 – 10,31 dengan rata-rata (5,46 %), dan 22,88 – 35,75 dengan rata-rata (29,45 %) untuk jawaban klasifikasi-2. Jawaban klasifikasi-3 (cukup) berada pada kisaran yang lebih tinggi : 23,45 – 45,80 dengan rata-rata (37,27 %) Sedangkan jawaban klasifikasi-4 (kurang baik) dan klasifikasi-5 (sangat kurang baik) relatif rendah : Berada pada kisaran 8,96 – 16,11 dengan rata-rata (11,28 %) untuk jawaban klasifikasi-4, dan jawaban klasifikasi-5 berada pada kisaran 0,75 – 7,56 dengan rata-rata (3,30).

2. Tingginya angka jawaban “tidak tahu” (13,03) atas keseluruhan pertanyaan yang diajukan bisa jadi menyiratkan adanya ketidak pedulian masyarakat atas kebijakan publik (sikap apatis), namun demikian jawaban “tidak tahu” juga mengindikasikan persoalan manajemen komunikasi publik. Kemampuan pemerintahan Jokowi – Rudy dalam mengatasi masalah defisit anggaran (sebagai contoh paling menonjol dari hasil polling) belum terkomunikasikan dengan baik ke masyarakat, sehingga masyarakat masih cenderung bersikap hati-hati dalam memberikan penilaian. Bahkan prosentase masyarakat yang menjawab “tidak tahu” atas pertanyaan yang terkait dengan informasi penyelesaian defisit anggaran cukup tinggi (22,15 %). Hal ini mengindikasikan manajemen komunikasi publik yang dibangun Pemkot kurang maksimal.

G. Analisis Kinerja Prioritas Kebijakan Pemerintahan

Di samping kesimpulan yang didasarkan pada tabel-1, berikut dipaparkan hasil polling terhadap prioritas kebijakan Pemerintahan Jokowi-Rudy, sebagai berikut:

1. Bidang Pendidikan
Bidang pendidikan merupakan bidang yang memperoleh prioritas utama dalam Pemerintahan Jokowi-Rudy. Hasil polling atas pelayanan pendidikan, kepada responden ditanyakan, tentang kepedulian walikota terhadap bidang pendidikan.
Masyarakat berpendapat walikota cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah bidang pendidikan, yaitu : 18,55 % menyatakan sangat peduli, 37,95 % peduli, 30,91% cukup. Sedangkan yang berpendapat kurang peduli hanya 7,88 % dan 1,92 % sangat kurang peduli. Sisanya 2, 77 % menjawab tidak tahu.

2. Bidang Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang strategis. Ketika masyarakat ditanya tentang kepedulian walikota terhadap pelayanan kesehatan, masyarakat berpendapat walikota cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadapat masalah bidang kesehatan, yaitu : 11,78 % menyatakan sangat peduli, 34,73 % peduli, 38,52% cukup. Sedangkan yang berpendapat kurang peduli hanya 8,84 % dan sangat kurang peduli 0,008 %. Sisanya 5, 26 % menjawab tidak tahu.
3. Bidang Ekonomi :
Salah satu janji pasangan Walikota – Wakil Walikota Jokowi – Rudy ketika berkampanye adalah kehendak yang kuat untuk menumbuhkan sektor ekonomi skala kecil. Usaha kecil menengah (UKM) dan koperasi menjadi pilihan alternatif dalam menggerakan ekonomi rakyat.
Keberpihakan walikota terhadap usaha kecil dan koperasi, ditanyakan secara khusus. Masyarakat berpendapat walikota cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah ekonomi (UKM dan Koperasi), yaitu: 11,13 % menyatakan sangat peduli, 33,63 % peduli, 40,31% cukup. Sedangkan yang berpendapat kurang peduli hanya 9,13 % dan sangat kurang peduli 2,44 %. Sisanya 3,347 % menjawab tidak tahu.
4. Defisit Anggaran
Hasil polling atas kebijakan walikota dalam mengatasi masalah defisit anggaran berasal dari pertanyaan nomor 6, 7 dan 8
- Pertanyaan nomor 6 menanyakan informasi terkait dengan keberhasilan walikota di dalam mengatasi defisit anggaran.
- Pertanyaan nomor 7 menanyakan tentang pemahaman masyarakat berkaitan dengan keterbukaan kebijakan walikota dalam mengatasi defisit anggaran.
- Pertanyaan nomor 8 menanyakan tentang kemudahan masyarakat memperoleh informasi tentang penggunaan anggaran dan defisit anggaran.
Dari ketiga pertanyaan nomor 6, 7,dan 8 berkaitan dengan penyelesaian masalah defisit anggaran, merupakan pertanyaan terkait dengan kemudahan memperoleh informasi atas langkah kebijakan walikota dalam mengatasi masalah defisit anggaran. Dari ketiga pertanyaan yang diajukan, pendapat masyarakat cukup beragam. Diantaranya 29,03 % mengetahui, dan 23,45 % cukup mengetahui. Namun demikian di sisi lain data polling juga menunjukan 22, 15 % masyarakat menjawab tidak tahu.
5. Penataan PKL
Dalam rangka penataan pedagang kaki lima (PKL) Pemkot Surakarta membentuk Kantor Pengelola PKL. Jumlah PKL di Solo yang tercatat oleh Kantor Pengelola PKL Pemkot Surakarta mencapai angka 5.617 PKL. Dari data yang ada Pemkot Surakarta melalui Kantor Pengelola PKL telah mempu mengidentifikasi permasalahan, dan merumuskan kebijakan dalam rangka penataan PKL secara lebih baik baik semua pihak.
Polling berkaiatan dengan kebijakan penataan PKL berasal dari pertanyaan nomor: 12 yang menanyakan keseriusan walikota melakukan penataan PKL. Masyarakat berpendapat walikota cenderung serius di dalam penataan PKL. 11,78 % menyatakan sangat serius, 41,26 % menyatakan serius, 32,84 cukup. Sedangkan yang menyatakan kurang serius dan sangat kurang serius adalah 8,63 % dan 1,68 %. Sisanya 3,89 % menyatakan tidak tahu.

6. Penyelesaian Hunian Liar.
Polling berkaiatan dengan penyelesaian masalah hunian liar berasal dari pertanyaan nomor: 13 yang menanyakan keseriusan walikota menyelesaikan masalah hunian liar. Pendapat masyarakat terhadap kebijakan walikota dalam menyelesaikan masalah hunian liar kurang maksimal, dimana 3,14 % menyatakan sangat serius, dan 31,68 % masyarakat menyatakan serius. Sedang yang menyatakan cukup serius relatif besar, yaitu 36,63 %. Yang menyatakan kurang serius cukup signifikan 17, 52 %, sedangkan yang menyatakan sangat kurang serius 2,02 %. Sisanya 8,88 % masyarakat menyatakan tidak tahu.

7. Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Visi pemerintahan Jokowi – Rudy : “berseri tanpa korupsi” merupakan ihwal penting untuk dinilai. Kadar kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah, secara umum rendah. KKN dalam kehidupan pemerintahan dipahami oleh sebagian masyarakat sebagai gejala umum terjadi dibanyak tempat termasuk institusi pemerintahan.

Pertanyaan yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi ditanyakan dalam Indikator akuntabilitas pemerintahan Jokowi-Rudy. Data hasil polling menunjukan jawaban yang beragam. Walaupun mereka yang menyatakan pendapat akuntabilitas pemerintahan Jokowi – Rudy terkait dengan KKN cenderung baik (5,22 % sangat serius, 22,88 % serius, dan 36,35 cukup), namun ada 20,55 % masyarakat yang menyatakan tidak tahu.

Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat cenderung mengambil sikap ragu-ragu untuk menilai kebijakan walikota sekarang di dalam memberantas KKN. Keragu-raguan diduga dipengaruhi oleh opini publik tentang korupsi birokrasi secara umum di Indonesia, dan pemberitaan yang sangat gencar tentang keterlibatan institusi pemerintahan di Kota Solo sebelumnya.POLLING SATU TAHUN
PASANGAN WALIKOTA –WAKIL WALIKOTA JOKOWI – RUDY
TIM MAP UNISRI

A. Pendahuluan
Pemerintahan negara dibangun atas kesepakatan bersama seluruh individu yang mendiami suatu kawasan teritori (wilayah negara) dalam wujud kontrak sosial (social contract). Kontrak sosial dasar atas bangunan negara kemudian difahami sebagai konstitusi (UUD). Konstitusi memuat kesepakatan dasar kewenangan dasar negara dan bagaimana kewenangan itu diatur dan didistribusikan kedalam seluruh intrumen institusi kelembagaan negara. Dalam konsep negara modern, tidak seluruh hak-hak rakyat diserahkan kepada negara, ada hak-hak alamiah dasar yang tidak ikut diserahkan kepada negara. Lebih dari itu, fungsi negara juga dimaksudkan untuk memaksimalkan hak-hak alamiah setiap individu warga negara. Sejauhmana kewenangan yang miliki oleh negara atas diri warga negara (freeman) berada dalam ranah kedaulatan rakyat yang secara periodik dapat ditinjau melalui pemilihan umum. (John Lock)
Desentralisasi kewenangan negara dalam koridor negara kesatuan berwujud otonomi daerah. Dalam azas desentralisasi tidak melahirkan daerah otonom yang bermakna federalism. Desentralisasi dan otonomi daerah sebatas manajemen pemerintahan negara yang bermuara pada efektivitas pelaksanaan fungsi negara untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pada kontek limitasi kiranya dipahami bahwa walikota bukanlah aparat pemerintah pusat, tetapi pejabat publik lokal yang mempertanggung jawabkan kekuasaannya kepada masyarakat teritorialnya. Pemilihan Walikota Surakarta secara langsung setahun yang lalu, mempertegas relevansi kebesaran teori John lock.
Pasangan Walikota – Wakil Walikota Surakarta Ir. Joko Widodo dan Drs. Fx. Rudyanto yang memegang kekuasaan atas teritorial Kota Surakarta selalu dinantikan buahnya berupa perbaikan hidup dan kehidupan. Dengan otoritas kewenangan yang ada Jokowi – Rudy memiliki kesempatan sepenuhnya merealisir janji-janjinya ketika berkampanye. Satu tahun pemegang mandat kekuasaan eksekutif Pemerintahan Surakarta, memang belum rentang waktu yang cukup untuk melihat perbaikan hidup dan penghidupan warga Surakarta secara luas, akan tetapi waktu satu tahun sebuah waktu yang cukup untuk menilai arah kebijakan dan peletakan pondasi dasar meniti dan menata suatu kehidupan ideal yang dicitakan bersama seluruh warga.

B. Visi – Misi Pemerintahan Pasangan Walikota - Wakil Walikota Jokowi – Rudy

Sebagaimana dicanangkan dalam dalam kampanye pilihan kepada daerah (Pilkada) pasangan calon walikota – wakil walikto Ir. Joko Widodo – Drs Fx. Rudyanto hingga pelantikannya menjadi walikota dan wakil walikota Surakarta, visi yang diusung adalah “berseri tanpa korupsi”. Visi tersebut dijabarkan kedalam empat misi : (1) Terwujudnya iklim kehidupan kota yang kondusif, aman, dan damai. (2) Terwujudnya pembangunan kota yang adil dan demokratis. (3) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kota. (4) Meningkatkan eksistensi kota dalam tata pergaulan regional, nasional maupun internasional.
Upaya mewujudkan visi dan misi pembangunan kota lima tahun ke depan, ditempuh melalui dua strategi pokok, yaitu : (1) Reaktualisasi tata kehidupan masyarakat kota yang berbudaya. (2) Strategi obtimalisasi potensidalam mewujudkan pembangunan Surakarta Kota Budaya. Dalam rangka gerak dan laju penyelenggaraan pemerintahan umum, pembangunan dan kemasyarakatan, pemerintahan pasangan walikota – wakil walikota Jokowi – Rudy, mengedepankan enam prioritas program kerja diantaranya adalah : (1) Bidang Pendidikan, (2) Bidang Ekonomi, (3) Bidang kesehatan, (4) Defisit Anggaran, (5) Penataan PKL, (6) Penertipan Hunian Liar. Melalui keenam prioritas program kerja itulah pemerintahan Jokowi – Rudy hendak mencapai visi – misi sebagai suatu usaha untuk mencapai tata kehidupan masyarakat Surakarta yang adil dan makmur.
Keberhasilan dari sebuah kerangka kerja birokrasi ditentukan oleh standart ukur baku yang disepakati yaitu masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh pemerintah maka tidak akan bermakna bila masyarakat tidak merasakan terjadinya perbaikan kehidupan. Pemererintahan Jokowi – Rudy dipilih langsung oleh rakyat. Harapannya adalah terjadi perbaikan tatakehidupan dalam berbagai aspek. Strategi yang dilaksanakan oleh pemerintah diharapkan oleh masyarakat mampu memperbaiki terselenggaranya bidang-bidang yang telah dicanangkan sebagai prioritas. Dengan demikian untuk melakukan penilaian atas kinerja sebuah pemerintahan, perspsi masyarakat atas bidang yang dijadikan prioritas sangat penting.
Di dalam melakukan penilaian atas kinerja birokrasi publik ada banyak pendapat. Dwiyanto (1995) melakukan pengukuran atas kinerja birokrasi publik dengan menggunakan indikator: (1)produktivitas, (2) kualitas layanan, (3)responsivitas, (4)responsibility, dan (5)akuntabilitas (Dwiyanto,dkk, 48: 2002). Kumorotomo (1996) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publi, antara lain : (1) efisiensi, (2) efektivitas, (3) keadilan, dan (4) daya tanggap.

Dalam konteks kinerja pelayanan publik di Indonesia pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1995 telah memberikan berbagai rambu-rambu pemberian pelayanan kepada birokrasi publik secara baik. Berbagai prinsip pelayanan tersebut adalah: (1)kesederhanaan, (2)Kejelasan, (3)kepastian, (4)keamanan, (5)Keterbukaan, (6)efisiensi, (7)Ekonomis, dan (8) keadilan.
Lebih lanjut Dwiyanto (2002) menyatakan, secara garis besar berbagai parameter yang digunakan untuk melihat kinerja pelayanan publik dapat dikelompokan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama, melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif pemberi pelayanan, dan pendekatan kedua melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif pengguna jasa. Pembagian pendekatan atau perspektif tersebut hendaknya tidak secara diametris, melainkan tetap dipahami sebagai seatu sudut pandang yang saling berinteraksi diantara keduanya.
Dalam pollling yang dilakukan ini, usaha untuk melihat kinerja pelayanan publik atas enam prioritas pemerintahan Jokowi – Rudy (Bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, defisit anggaran, penataan PKL, dan penertiban hunian liar), dari perspektif pengguna jasa. Sedangkan indikator dan pengukuran yang digunakan dalam polling Kinerja satu tahun Pemerintahan Jokowi – Rudy adalah:
(1) Partisipasi publik:
- Derajat pemberian bagi publik oleh walikota untuk menyampaikan aspirasinya terkaiat dengan masalah pembangunan (hunian liar), pelayanan publik (pendidikan & kesehatan) dan pengembangan ekonomi (iklim usaha dan investasi
- Sarana yang digunakan walikota untuk menampung aspirasi tersebut
- Bentuk-bentuk partisipasi publik
- Bagaimana publik memanfaatkan ruang partisipasi tersebut

(2) Penegakan hukum:
- Bentuk-bentuk penyelesaian pedagang kaki lima
- Kemampuan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus PKL dan hunian liar
- Rasa aman menurut masyarakat dari gangguan dan ancaman serta intimidasi aparat.
- Ada tidaknya kepastian hukum dalam penyelesaian kasus PKL dan hunian liar.

(3) Transparansi:
- Bagaimana keterbukaan pemkot dalam hal-hal menyangkut masalah defisit anggaran
- Bagaimana akses masyarakat terhadap informasi tentang penggunaan anggaran & masalah defisit anggaran.

(4) Responsivitas:
- Bagaimana perhatian walikota terhadap masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi (UKM) PKL dan hunian liar.
- Bagaimana respon walikota terhadap keluhan masyarakat dalam masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi, PKL dan hunian liar.
- Bagaimana pengaruh pemberitaan media masa terhadap tindakan atai kebijakan yang diambil walikota dalam menangani masalah-masalah pendidikan, kesehatan dan usaha-usaha kecil menengah, serta persoalan PKL dan hunian liar.
(5) Efisiensi dan efektivitas:
- Bagaimana tingkat keberhasilan pemerintah kota dalam mengatasi masalah defisit anggaran.
- Berapa lama dan dan berapa besar biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan (kesehatan dan ijin usaha/investasi) dari Pemkot.
(6) Akuntabilitas:
- Bagaimana praktek KKN di Pemkot dan Dinas dalam proses tender, penyusunan anggaran dan program, serta upaya pemberantasannya.
- Bagaimana praktek politik uang dalam proses pemilihan pejabat publik oleh walikota.
(7) Keadilan:
- Sudah atau belumkah walikota memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang adil kepada semua pihak.
- Sudah atau belumkah walikota mempengaruhi aparat penegak (misal : Satpol PP) hukum untuk memberikan pelayanan hukum yang adil.
(8) Manajemen Konflik dan upaya membangun konsensus:
- Mampu atau tidakkah walikota mengelola konflik yang berkaitan dengan PKL dan hunian liar.
- Efektif atau tidakkah pendekatan yang diambil oleh walikota dalam menangai masalah PKL dan hunian liar.

C. Methode Polling
1. Populasi:
Penduduk Kota Surakarta berusia berusia 17 – 60 tahun yang memiliki sambungan telepon rumah tangga dengan jumlah 80.633 (Buku Petunjuk Telepon Surakarta Tahun 2006)
2. Sampel
Kerangka sampel menggunakan Buku Petunjuk Telepon Solo Tahun 2006 (BPT Solo - 2006). Jumlah sampel ditentukan 600 responden, yang diambil secara acak.
Tehnik penarikan sampel : Sistematika sampling.
3. Instrumen data:
Kuisioner Guide (Terlampir)
4. Tehnik Pengambilan data: Wawancara terstruktur.
D. Personil:
Konsultan : 1. Dr. Falih Suaedi, M.Si (Unair / MAP - UNISRI)
2. Dr. Slamet Rosyadi, M.Si (Unsoed / MAP - UNISRI)
Pelaksana Peneliti : Drs. Suwardi, M.Si (Ketua)
Tenaga Lapangan : 30 orang Mahasiswa UNISRI semester IV-VI
E. Sumber Pendanaan:
Pasca Sarjana Universitas Slamet Riyadi Surakarta Program Magister Administrasi Publik (MAP – UNISRI)
F. Deskripsi Hasil Polling Berdasarkan Indikator Kinerja :

1. Pelaksanaan Polling :
- Pengambilan data (wawancara terstruktur) selama 10 hari (3 – 12 Juli 2006) dengan tenaga lapangan sebanyak 30 orang mahasiswa semester IV, VI dan VIII.
- Tingkat pengembalian kusioner yang layak untuk dianalisis 97 % atau sebanyak 582 kuisioner.
2. Analsis Hasil Polling
(Hasil analisis didasarkan pada standart error sebesar 5 %.)

Dari tabel-1 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Secara keseluruhan kinerja pemerintahan Jokowi – Rudy memiliki kecenderungan baik di mata masyarakat, walaupun belum maksimal. Hal ini ditunjukan dengan jawaban klasifikasi-1(sangat baik) dan klasifikasi-2 (Baik). Jawaban klasifikasi-1 berada pada kisaran: 1,50 – 10,31 dengan rata-rata (5,46 %), dan 22,88 – 35,75 dengan rata-rata (29,45 %) untuk jawaban klasifikasi-2.
Jawaban klasifikasi-3 (cukup) berada pada kisaran yang lebih tinggi : 23,45 – 45,80 dengan rata-rata (37,27 %)
Sedangkan jawaban klasifikasi-4 (kurang baik) dan klasifikasi-5 (sangat kurang baik) relatif rendah : Berada pada kisaran 8,96 – 16,11 dengan rata-rata (11,28 %) untuk jawaban klasifikasi-4, dan jawaban klasifikasi-5 berada pada kisaran 0,75 – 7,56 dengan rata-rata (3,30).
2. Tingginya angka jawaban “tidak tahu” (13,03) atas keseluruhan pertanyaan yang diajukan bisa jadi menyiratkan adanya ketidak pedulian masyarakat atas kebijakan publik (sikap apatis), namun demikian jawaban “tidak tahu” juga mengindikasikan persoalan manajemen komunikasi publik. Kemampuan pemerintahan Jokowi – Rudy dalam mengatasi masalah defisit anggaran (sebagai contoh paling menonjol dari hasil polling) belum terkomunikasikan dengan baik ke masyarakat, sehingga masyarakat masih cenderung bersikap hati-hati dalam memberikan penilaian. Bahkan prosentase masyarakat yang menjawab “tidak tahu” atas pertanyaan yang terkait dengan informasi penyelesaian defisit anggaran cukup tinggi (22,15 %). Hal ini mengindikasikan manajemen komunikasi publik yang dibangun Pemkot kurang maksimal.

G. Analisis Kinerja Prioritas Kebijakan Pemerintahan

Di samping kesimpulan yang didasarkan pada tabel-1, berikut dipaparkan hasil polling terhadap prioritas kebijakan Pemerintahan Jokowi-Rudy, sebagai berikut:

1. Bidang Pendidikan
Bidang pendidikan merupakan bidang yang memperoleh prioritas utama dalam Pemerintahan Jokowi-Rudy. Hasil polling atas pelayanan pendidikan, kepada responden ditanyakan, tentang kepedulian walikota terhadap bidang pendidikan.
Masyarakat berpendapat walikota cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah bidang pendidikan, yaitu : 18,55 % menyatakan sangat peduli, 37,95 % peduli, 30,91% cukup. Sedangkan yang berpendapat kurang peduli hanya 7,88 % dan 1,92 % sangat kurang peduli. Sisanya 2, 77 % menjawab tidak tahu.

2. Bidang Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang strategis. Ketika masyarakat ditanya tentang kepedulian walikota terhadap pelayanan kesehatan, masyarakat berpendapat walikota cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadapat masalah bidang kesehatan, yaitu : 11,78 % menyatakan sangat peduli, 34,73 % peduli, 38,52% cukup. Sedangkan yang berpendapat kurang peduli hanya 8,84 % dan sangat kurang peduli 0,008 %. Sisanya 5, 26 % menjawab tidak tahu.

3. Bidang Ekonomi :
Salah satu janji pasangan Walikota – Wakil Walikota Jokowi – Rudy ketika berkampanye adalah kehendak yang kuat untuk menumbuhkan sektor ekonomi skala kecil. Usaha kecil menengah (UKM) dan koperasi menjadi pilihan alternatif dalam menggerakan ekonomi rakyat.
Keberpihakan walikota terhadap usaha kecil dan koperasi, ditanyakan secara khusus. Masyarakat berpendapat walikota cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah ekonomi (UKM dan Koperasi), yaitu: 11,13 % menyatakan sangat peduli, 33,63 % peduli, 40,31% cukup. Sedangkan yang berpendapat kurang peduli hanya 9,13 % dan sangat kurang peduli 2,44 %. Sisanya 3,347 % menjawab tidak tahu.

4. Defisit Anggaran
Hasil polling atas kebijakan walikota dalam mengatasi masalah defisit anggaran berasal dari pertanyaan nomor 6, 7 dan 8
- Pertanyaan nomor 6 menanyakan informasi terkait dengan keberhasilan walikota di dalam mengatasi defisit anggaran.
- Pertanyaan nomor 7 menanyakan tentang pemahaman masyarakat berkaitan dengan keterbukaan kebijakan walikota dalam mengatasi defisit anggaran.
- Pertanyaan nomor 8 menanyakan tentang kemudahan masyarakat memperoleh informasi tentang penggunaan anggaran dan defisit anggaran.
Dari ketiga pertanyaan nomor 6, 7,dan 8 berkaitan dengan penyelesaian masalah defisit anggaran, merupakan pertanyaan terkait dengan kemudahan memperoleh informasi atas langkah kebijakan walikota dalam mengatasi masalah defisit anggaran. Dari ketiga pertanyaan yang diajukan, pendapat masyarakat cukup beragam. Diantaranya 29,03 % mengetahui, dan 23,45 % cukup mengetahui. Namun demikian di sisi lain data polling juga menunjukan 22, 15 % masyarakat menjawab tidak tahu.
5. Penataan PKL
Dalam rangka penataan pedagang kaki lima (PKL) Pemkot Surakarta membentuk Kantor Pengelola PKL. Jumlah PKL di Solo yang tercatat oleh Kantor Pengelola PKL Pemkot Surakarta mencapai angka 5.617 PKL. Dari data yang ada Pemkot Surakarta melalui Kantor Pengelola PKL telah mempu mengidentifikasi permasalahan, dan merumuskan kebijakan dalam rangka penataan PKL secara lebih baik baik semua pihak.
Polling berkaiatan dengan kebijakan penataan PKL berasal dari pertanyaan nomor: 12 yang menanyakan keseriusan walikota melakukan penataan PKL. Masyarakat berpendapat walikota cenderung serius di dalam penataan PKL. 11,78 % menyatakan sangat serius, 41,26 % menyatakan serius, 32,84 cukup. Sedangkan yang menyatakan kurang serius dan sangat kurang serius adalah 8,63 % dan 1,68 %. Sisanya 3,89 % menyatakan tidak tahu.

6. Penyelesaian Hunian Liar.
Polling berkaiatan dengan penyelesaian masalah hunian liar berasal dari pertanyaan nomor: 13 yang menanyakan keseriusan walikota menyelesaikan masalah hunian liar. Pendapat masyarakat terhadap kebijakan walikota dalam menyelesaikan masalah hunian liar kurang maksimal, dimana 3,14 % menyatakan sangat serius, dan 31,68 % masyarakat menyatakan serius. Sedang yang menyatakan cukup serius relatif besar, yaitu 36,63 %. Yang menyatakan kurang serius cukup signifikan 17, 52 %, sedangkan yang menyatakan sangat kurang serius 2,02 %. Sisanya 8,88 % masyarakat menyatakan tidak tahu.

7. Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Visi pemerintahan Jokowi – Rudy : “berseri tanpa korupsi” merupakan ihwal penting untuk dinilai. Kadar kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah, secara umum rendah. KKN dalam kehidupan pemerintahan dipahami oleh sebagian masyarakat sebagai gejala umum terjadi dibanyak tempat termasuk institusi pemerintahan.

Pertanyaan yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi ditanyakan dalam Indikator akuntabilitas pemerintahan Jokowi-Rudy. Data hasil polling menunjukan jawaban yang beragam. Walaupun mereka yang menyatakan pendapat akuntabilitas pemerintahan Jokowi – Rudy terkait dengan KKN cenderung baik (5,22 % sangat serius, 22,88 % serius, dan 36,35 cukup), namun ada 20,55 % masyarakat yang menyatakan tidak tahu.

Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat cenderung mengambil sikap ragu-ragu untuk menilai kebijakan walikota sekarang di dalam memberantas KKN. Keragu-raguan diduga dipengaruhi oleh opini publik tentang korupsi birokrasi secara umum di Indonesia, dan pemberitaan yang sangat gencar tentang keterlibatan institusi pemerintahan di Kota Solo sebelumnya.

3 comments:

Nita Widiyasari 05210010 said...

Saya berharap cara pemerintahan Jokowi-Rudy dipertahankan,karena banyak perubahan yang terlihat meningkat di kota SOLO. Semoga peningkatan ini akan selalu membawa nama harum kota SOLO.

H.PRAJITNO,S.Pd said...

Setelah membaca tulisan Hasil Pooling Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-rudi, saya mengharapkan pemerintahan ini untuk dipertahankan. Karena melihat Visi dan Misinya akan menjadikan kota Solo yang kita banggakan ini benar-benar menjadi kota yg berkualitas.

AGUSTINUS ADITYA 05210024/B said...

HASIL POLING TERSEBUT MEMANG TIDAK SEMUANYA BENAR SEPERTI YANG DIRASAKAN MASYARAKAT TETAPI MESKIPUN DEMIKIAN SUDAH CUKUP MEWAKILI. MENURUT SAYA APA YANG TELAH DICAPAI OLEH JOKOWI-RUDY CUKUP BAIK TERLEBIH PEMBANGUNAN YANG TELAH DICAPAI, BERBAGAI SARANA SUDAH DIPERBAIKI DAN PENAMBAHAN FASILITAS YANG BELUM ADA. HANYA SAJA PEMBANGUNAN SOLO UTARA MASIH KURANG MAKSIMAL.APABILA DILIHAT DENGAN DAERAH SOLO YANG LAIN, SOLO UTARA MISALNYA KELURAHAN KADIPIRO CUKUP TERTINGGAL MISALNYA SARANA JALAN MASIH BANYAK BELUM TERSENTUH PERBAIKANNYA, JEMBATAN JEMBATAN MASIH SANGAT KURANG PADAHAL JEMBATAN MEMILIKI FUNGSI YANG SANGAT PENTING KARENA MENGHUBUNGKAN DAERAH YANG SATU DENGAN YANG LAIN DAN MEMPERLANCAR PEREKONOMIAN DAERAH TERSEBUT. SEMOGA SAJA APA YANG AKAN DICAPAI NANTI SEMAKIN MENGANTAR KOTA SOLO MENJADI KOTA BERBUDAYA